LPK Provinsi Lampung Gelar Diskusi Pencegahan Konflik Sengketa Pertanahan di Jatiagung, Simak Isi Pembahasannya

BERITAKITA.CO.ID, Lampung Selatan – Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Provinsi Lampung menggelar diskusi pencegahan dan penyelesaian konflik sengketa pertanahan melalui mediasi yang melibatkan unsur pemerintahan, Rabu 25 Juni 2025.

Acara yang digelar di Aula Kantor Kecamatan Jatiagung tersebut melibatkan pihak pemerintah kecamatan, Kantah ATR/BPN Lampung Selatan, pihak LPK Lampung Selatan, para kades di Kecamatan Jatiagung, Koramil 421-09 Tjb dan masyarakat setempat.

Bacaan Lainnya

Sekcam Jatiagung M Ampina Tomas dalam sambutan mengapresiasi kegiatan tersebut digelar didaerahnya.

Menurutnya, konflik pertanahan merupakan salah satu isu yang sering terjadi dan berpotensi mengganggu stabilitas sosial di masyarakat. Oleh karena itu, melalui diskusi tersebut, pihaknya berharap dapat memperkuat pemahaman bersama mengenai pentingnya pencegahan dan penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi. 

“Pendekatan mediasi yang melibatkan unsur pemerintah, tokoh masyarakat, serta pihak terkait lainnya, menjadi langkah strategis untuk menciptakan solusi yang adil, transparan, dan berkelanjutan,” ujarnya.

Pihaknya berharap, kegiatan itu tidak hanya menjadi forum diskusi semata, tetapi juga menghasilkan rekomendasi konkret yang dapat diterapkan di Kecamatan Jatiagung.

“Mari kita jadikan mediasi sebagai budaya dalam menyelesaikan konflik, guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis dan tertib,” kata Dia.

Sementara itu, Danramil 421-09/Tjb Kapten Inf Tarekat berkata, sebagai aparat kewilayahan dari unsur TNI, pihaknya memandang persoalan sengketa tanah bukan semata masalah hukum perdata, tetapi juga meanyangkut ketertiban umum dan stabilitas sosial yang harus kita jaga bersama.

‎”TNI memiliki peran dalam mendukung tugas pemerintah daerah untuk menciptakan rasa aman dan menjaga kondusivitas wilayah. Dalam konteks pertanahan, kami berkomitmen menjadi bagian dari solusi, bukan hanya dengan pendekatan pengamanan, tetapi juga mendorong dialog, mediasi, dan pendekatan humanis kepada masyarakat. Kami siap bersinergi dengan pemerintah daerah, ATR/BPN, kepolisian, dan seluruh unsur masyarakat dalam mencegah konflik tanah sejak dini, termasuk melalui edukasi dan pemantauan wilayah secara berkelanjutan,” kata Dia.

Ditempat yang sama, Bidang Advokasi LP Dina Aulia S.H menyampaikan, penyelesaian sengketa merupakan proses penting dalam menjaga keadilan dan ketertiban hukum di masyarakat. 

Menurutnya, sengketa terjadi ketika dua pihak atau lebih memiliki kepentingan yang saling bertentangan. Dalam konteks hukum, penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara litigasi (melalui pengadilan) maupun non-litigasi (di luar pengadilan).

“Tujuan utama dari penyelesaian ini adalah untuk mencapai keadilan, memberikan kepastian hukum, dan menghindari konflik yang lebih besar,” kata Dia.

Ia menambahkan, terdapat beberapa metode penyelesaian sengketa non-litigasi, antara lain mediasi, arbitrase, dan negosiasi. Mediasi adalah proses dimana pihak ketiga netral membantu para pihak mencapai kesepakatan. Arbitrase menyerahkan penyelesaian sengketa kepada arbiter yang keputusannya bersifat mengikat. Sementara negosiasi adalah proses langsung antara para pihak tanpa keterlibatan pihak ketiga, yang bersifat informal dan fleksibel.

Selanjutnya, metode litigasi dilakukan melalui sistem peradilan negara, dengan hakim sebagai pemutus perkara. Proses ini lebih formal dan memiliki tahapan hukum yang ketat, mulai dari pengajuan gugatan hingga putusan pengadilan. Keuntungan litigasi adalah adanya jaminan kepastian hukum, namun prosesnya bisa memakan waktu lama dan biaya yang besar.

‎”Pemilihan metode penyelesaian sengketa tergantung pada jenis dan kompleksitas perkara, hubungan antara pihak yang bersengketa, serta keinginan untuk menjaga kerahasiaan,” ujar Dina.

“Penyelesaian non-litigasi cenderung dipilih untuk sengketa bisnis karena lebih cepat, murah dan menjaga hubungan baik antara para pihak. Sedangkan sengketa yang menyangkut hak-hak publik atau pelanggaran hukum berat biasanya diselesaikan melalui jalur litigasi,” lanjutnya.

Menurutnya, betapa pentingnya memahami berbagai mekanisme penyelesaian sengketa adalah untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Dengan pemahaman ini, masyarakat dapat memilih jalur yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik secara adil dan efisien.

“Selain itu, penyelesaian sengketa yang tepat juga dapat memperkuat supremasi hukum dan menciptakan iklim sosial yang damai,” tandasnya.

Sementara itu, Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kantah ATR/BPN Lampung Selatan Danar Fiscusia Kurniaji mengatakan bahwa, sengketa pertanahan menjadi salah satu isu yang sering muncul di masyarakat, terutama seiring meningkatnya kebutuhan akan tanah. Oleh karena itu BPN Kabupaten Lampung Selatan menaruh perhatian serius terhadap upaya pencegahan dan penyelesaiannya, salah satunya melalui pendekatan mediasi yang melibatkan unsur pemerintah daerah.

‎Ia menambahkan, berdasarkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 21 Tahun 2020 dan Nomor 15 Tahun 2024 menjadi dasar hukum utama kami dalam menangani dan mencegah sengketa pertanahan. Dalam pelaksanaannya, BPN tidak hanya bersifat reaktif terhadap konflik yang sudah terjadi, tetapi juga melakukan langkah-langkah preventif agar potensi sengketa dapat diminimalkan sejak awal. Mediasi menjadi sarana strategis yang kami dorong, karena dapat menyelesaikan masalah secara damai, menghindari proses hukum panjang, serta menjaga hubungan sosial antar pihak.

‎”Dalam mediasi, peran pemerintah kecamatan dan desa sangat penting sebagai pihak yang dekat dengan masyarakat dan memahami kondisi lapangan. Kami harapkan unsur pemerintah tidak hanya menjadi fasilitator, tetapi juga menjadi jembatan komunikasi yang netral dan adil. Dalam beberapa kasus di Lampung Selatan, kolaborasi antar pihak terbukti efektif dalam menyelesaikan konflik kepemilikan maupun batas tanah tanpa harus melalui jalur litigasi,” ujarnya.

‎”Strategi pencegahan juga kami lakukan melalui edukasi dan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap aturan pertanahan. Kegiatan sosialisasi, pelayanan langsung, serta peningkatan kapasitas aparat desa dan kecamatan menjadi fokus kami dalam membangun budaya sadar hukum. Dengan pengetahuan yang cukup, masyarakat akan lebih paham hak dan kewajibannya, serta prosedur yang benar dalam mengurus dan menggunakan tanah,” kata Danar Fiscusia Kurniaji. (RK)

Pos terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *