BERITAKITA.CO.ID, Lampung Selatan – Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan terus berupaya untuk memaksimalkan pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu mata pajak yang tampaknya benar-benar di ‘genjot‘ adalah dari sektor Pajak Air Tanah (PAT).
Sampai-sampai Pemkab Lampung Selatan membentuk tim terpadu yang terdiri dari dinas perizinan (DPMPPTSP), Diskominfo, Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup dan Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD), untuk menelusuri dugaan permainan itu.
Saat tim mulai turun ke lapangan untuk melakukan monitoring, didapati bahwa ada kejanggalan dalam penetapan besaran PAD dari objek PAT oleh pihak Pelabuhan Bakauheni. Dugaan pelanggaran itu didapati karena 2 dari 5 sumur bor milik pihak pelabuhan tidak menggunakan meteran atau alat pengukur debit air (flow meteran).
Tim pada mulanya mendapatkan informasi dari pihak PT. ASDP Pelabuhan Bakauheni, bahwasanya mereka mempunyai 7 titik sumur bor. Namun setelah dilakukan pengecekan, 2 sumur kondisinya sedang tidak aktif. Hanya 5 sumur yang masih aktif digunakan. 3 terpasang alat meteran dan 2 sumur lainnya, tidak terpasang alat meteran air.
Bahkan, tim pun harus sampai 2 hari berturut-turut mengecek satu demi satu sumur bor milik pihak pelabuhan tersebut. Saat turun hari ke-2 atau pada Rabu, 8 September 2021, memang didapati ada 2 sumur bor yang tidak memiliki meteran itu.
Ini dibuktikan, saat tim meminta pihak petugas yang mengenakan seragam ASDP untuk menunjukan dimana lokasi meteran pada sumur bor yang dimaksud (salah satu lokasi sumur itu berada persis didepan bagian seberang Dermaga Eksekutif). Pihak pelabuhan Bakauheni, tidak dapat menunjukannya meteran itu. Sempat terjadi perdebatan kala itu, karena pihak pelabuhan beralasan batu penutup pada sumur bor besar dan berat (terbuat dari coran batu).
Pihak tim terpadu Pemkab Lampung Selatan bersikekeuh, bila perhitungan PAT berdasarkan air yang disedot dan terbaca meteran yang terpasang pada sumur. Itu berpedoma pada Surat Izin Pemanfaatan Air tanah (SIPA).
Dari sini baru terungkap, bila perhitungan PAT pihak Pelabuhan Bakauheni itu berdasarkan jumlah debit air yang masuk ke dalam kapal. Simpelnya adalah, dihitungan dari meteran saat air disuplai ke dalam kapal. Artinya, pihak pelabuhan melakukan Self Asessment atau hasil penilaian sendiri.
Yang menjadi ini masalah, karena itu dianggap tidak sesaui dengan SIPA. Bahkan dikabarkan, air dari sumur-sumur bor (aktif) itu diduga, tidak hanya untuk konsumsi kapal tapi juga kepentingan lain untuk aktivitas pelabuhan.
Tim pun sempat melihat secara langsung kondisi bak penampungan air, yang berada di salah satu dermaga pada Pelabuhan Bakauheni, untuk melakukan pengecekan.
Berdasarkan data yang dihimpun di Kantor BPPRD Lampung Selatan, untuk PAT pada triwulan II yang mencakup April-Mei-Juni 2021, besaran nilai pajak yang disetorkan pihak PT.ASDP sebesar Rp113.722.960 dengan produksi air 53.340 ton.
Dari data rekapitulasi dan pendapatan air tawar PT. ASDP, besaran PAT di bulan April Rp35.385.894 dengan produksi air (satuan ton) 16.673. Sedangkan pada bulan Mei sebesar Rp34.524.810 dengan produksi air 16.295. Sementara untuk PAT yang dibayarkan pihak ASDP pada bulan Juni sebesar Rp43.812.216 dengan produksi air 20.372.
Sekretaris BPPRD Lampung Selatan Kaharudin Ahmadi menyatakan, besaran nilai pajak pada objek PAT dari PT. ASDP itu berdasarkan self asessment. Dimana yang melakukan perhitungan dan pelaporan adalah pihak pelabuhan dan pihak BPPRD yang menetapkan.
Pihak BPPRD pun masih mencari tahu bagaimana metode perhitungan nilai pajak tersebut. Karena pihak ASDP berpatokan untuk perhitungan PAT berdasarkan jumlah air yang masuk ke dalam kapal. Sedangkan, tim terpadu berpedoman pada SIPA yang menghitung berdasarkan air yang keluar dari sumur yang dikuatkan oleh meteran yang terpasang.
“Ini yang masih kita cari tahu, apakah perhitungan mereka ada payung hukum tersendiri dari pusat atau bagaimana. Ini yang harus disamakan dulu persepsinya. Apa lagi, ada 2 titik sumur bor yang tidak terpasang alat pengukur debit air,” sebut Kaharudin saat diwawancarai, Kamis 10 September 2021.
Disisi lain, untuk realisasi PAD dari sektor PAT sampai dengan 8 September 2021, tercatat baru tercapai 60,98 persen atau Rp943.147.607 dari beban target sebesar Rp1.546.637.000.
Sementara itu, selain memanfaatkan air tanah, pihak Pelabuhan Bakauheni juga bekerjasama dengan perusahaan PDAM Tirtajasa Lampung Selatan, sebagai pemasok air bersih untuk aktivitas pelabuhan.
Berdasarkan data dari pihak perusahaan BUMD itu, PDAM Tirtajasa mensuplai air bersih untuk kapal pada dermaga 1-2-3 di Pelabuhan Bakauheni. Termasuk mengisi bak penampungan (bukan untuk kapal) pada dermaga eksekutif.
Tak hanya itu, reservoir milik PDAM juga memasok air bersih untuk sebagian perkantoran, kantin dan seluruh mess tempat tinggal karyawan di areal pelabuhan. (Lex)